28 August 2009

Kesaksian ex YASINDO - Pdt. Paulus Jumari

Pdt. Paulus Djumari

Yasindo Cabang Madiun


“Yang Dulu Biarlah Berlalu Karena Yang Baru Sudah Datang”


Aku dilahirkan sebagai anak bungsu dari 5 bersaudara di sebuah kota kecil di daerah Jawa Timur. Orang menyebut kota itu adalah kota Reog, kota yang identik tempat tinggalnya para Warog. Sebagai anak paling bungsu dalam keluargaku, aku tidak pernah kekurangan. Kasih sayang dan materi selalu tercukupi. Namun, apa yang kudapatkan dari keluarga, tidak pernah membuatku merasa puas. Tepat di usia 21 tahun, aku melarikan diri dari rumah orang tuaku, dengan tujuan untuk mencari kebebasan yang lebih lagi. Kota Magelang yang terletak di Jawa tengah menjadi tujuanku.


Di kota Magelang ini, aku mendapatkan sebuah lingkungan yang baru. Lingkungan yang berisi anak-anak berandalan yang tidak mempunyai belas kasihan dalam kehidupannya. Kehadiranku diterima dengan baik oleh teman-teman baruku, aku menjadi bagian yang tak terpisahkan dari mereka.


Dari teman-teman “gangku”, aku mengenal dan akhirnya terperangkap dalam dunia kejahatan. Satu tahun aku bergabung dengan mereka, kejahatan demi kejahatan terus kami lakukan. Mencuri, merampok, dan membunuh adalah kegiatan kami. Kami melakukannya tanpa memiliki rasa belas kasihan. Setelah berulang kali kami lakukan, akhirnya tertangkaplah aku dan teman-teman oleh pihak berwajib, maka berakhirlah petualanganku di dunia kejahatan. Dengan tiga dakwaan berlapis, aku di vonis hukuman 14 tahun penjara. Aku harus mendekam di balik terali besi jauh dari keluarga. Di situlah aku baru merasakan penyesalan yang sangat dalam tetapi nasi telah menjadi bubur. Setiap hari yang bisa aku lakukan adalah meratapi nasibku.


Meski kedua orang tuaku tidak mengetahui semua yang aku lakukan di kota ini, namun pada kenyataannya ada sepasang mata yang selalu mengawasi apa yang ku perbuat. Dia pulalah yang mengijinkan aku dibawa ke balik terali besi ini.


Suatu ketika di buanglah aku ke LAPAS Nusakambangan, dan ditempat itulah akhirnya Tuhan mengulurkan tanganNya melewati secarik kertas yang lusuh dan robek di lantai sebelah kamarku. Ada dorongan kuat di dalam hatiku untuk mengambil kertas tersebut. Di kertas tersebut terdapat sebuah tulisan yang berbunyi “Serahkanlah penderitaanmu kepadaNya.” Dan di dalam hati aku berpikir siapakah yang dimaksud dengan kata “Nya” ini? Dalam selku, siang malam kurenungi dalam-dalam setiap kata yang tertulis dalam secarik kertas lusuh itu. Akhirnya ada suatu niat yang muncul dalam hatiku untuk mencari jawaban dengan cara mengikuti kebaktian digereja yang selama ini tidak pernah aku ikuti.


Firman Tuhan yang aku dengar setiap ibadah sepertinya tidak mau hilang dari ingatanku. Sebuah kata yang terdapat dalam Firman Tuhan “yang dulu biarlah berlalu karena yang baru sudah datang,’ sangat berkesan bagiku serta memberikan kelegaan bagiku. Akhirnya aku mulai sadar bahwa apa yang telah aku lakukan itu dosa. Saat itu aku semakin percaya, ada rencana Tuhan yang baru dan indah dalam diriku sehingga membuat diriku semakin bertumbuh di dalam Kristus.


Pada tahun 1980 aku di bebaskan dari Lembaga Pemasyarakatan. Saat itu hatiku berbunga-bunga karena ingin segera menemui seorang hamba Tuhan di kota Ungaran yang pernah melayaniku sewaktu di dalam penjara. Setelah kedatanganku di kota Ungaran, aku bergabung dengan Yayasan Tim Pelayanan Kasih. Yayasan ini bergerak dalam pelayanan penjara serta masyarakat yang tertolak. Di situ aku belajar tentang kekristenan dan pelayanan, iman ku pun semakin bertumbuh.


Tahun 1989 aku mulai dilepas untuk bisa mandiri melayani Tuhan di kota Madiun. Di kota yang dekat dengan kota kelahiranku. Dan tepat satu tahun kemudian aku dihadapkan pada sebuah pelayanan yang sama sekali belum pernah aku alami dan aku pikirkan. Aku bertemu dengan seorang mantan narapidana yang berasal dari kota Banyuwangi. Orang tersebut setelah bebas dari Lembaga Pemasyarkatan, tidak diterima oleh keluarganya, karena menderita TBC Kronis.


Disaat itu aku berdoa memohon pimpinan Tuhan untuk apa yang aku hadapi. Tiba-tiba muncullah suatu keberanian di dalam hatiku untuk membawa orang tersebut ke rumah sakit. Pada saat itu aku tidak tahu bagaimana nantinya membayar biaya rumah sakit, karena pada saat itu aku sendiripun tidak memiliki banyak uang. Tapi aku berprinsip, aku harus melakukan perintah Tuhan yang diberikan padaku. Sampai akhirnya melalui pelayanan ku setiap hari selama di Rumah Sakit, orang tersebut menerima Tuhan Yesus sebagai Juruselamat di hari-hari terakhirnya.


Setelah beberapa hari ia mengenal Tuhan, berpulanglah ia dengan tenang di tanganku. Saat itu aku berpikir apa yang harus aku lakukan lagi Tuhan? Pada saat aku ingin membawa jenasah untuk pulang dari rumah sakit, tiba-tiba kepala dokter di RSUD mencari aku. Sungguh ajaib melalui dokter itu kuasa Tuhan terjadi, pertolongannya tepat pada waktunya, karena semua biaya rumah sakit telah dibebaskan, bahkan aku mendapatkan sebuah peti mati untuk membawa jenasah tersebut. Semua itu atas pertolongan Tuhan melalui hambanya kepala dokter di RSUD Soedono Madiun.


Pada Tahun 2000, melalui kasih Tuhan Yesus Kristus, aku dipertemukan lagi dengan seorang hamba Tuhan, Alm Bapak Amtoni Taniara, ketua Yasindo Jakarta. Melalui pertemuan ini akhirnya aku bergabung dengan Yasindo, karena aku berpikir bahwa tujuan pelayanan kami sama yaitu ingin nama Tuhan dipermuliakan melalui pelayanan penjara dan mantan narapidana.


Melalui Yasindo aku mendapatkan berkat sarana pelayanan sebuah sepeda motor dari gereja GBI Sangkakala. Dan sampai sekarang aku tetap melayani Tuhan dengan penuh semangat mesti rintangan serta cobaan hidup semakin berat. Inilah kesaksian hidupku. Bantu di dalam doa untuk pelayanan penjara di kota Madiun, lewat sarana dan prasarana. Serta juga bantu doa untuk anak binaan kami yang akan masuk sekolah Alkitab bulan Agustus nanti. Semoga pelayanan Yasindo di kota Madiun makin berkembang.


No comments:

Post a Comment