23 July 2009

Kesaksian ex YASINDO - Pdt. Janter Manik

Pdt. Janter Manik

Gembala Sidang GEREJA ISA ALMASIH

JEMONGKO – Kalbar.


Dari Terminal Pondok Gede

Menuju Terminal Tuhan.


Sebelum Terpanggil (nikmatnya hidup duniawi).


Saya dilahirkan sebagai anak pertama dari enam bersaudara dalam sebuah keluarga Katolik. Namun nilai-nilai kekristenan tidak pernah mewarnai kehidupan keluarga kami. Keluarga kami adalah keluarga yang berantakan dan tidak mampu. Ayah saya hanyalah seorang supir angkutan umum. Setiap pulang dari pekerjaannya pasti dalam keadaan mabuk. Sementara ibu kami, adalah ibu rumah tangga biasa. Kebiasaan orang tua kami yang sudah mendarah daging semakin memperparah suasana rumah tempat kami bernaung, omelan dan pukulan sudah menjadi hal yang biasa kami alami. Perhatian dari bapa dan ibu kepada anak-anaknya boleh dikatakan tidak ada sama sekali. Suasana rumah pada saat itu, sungguh-sungguh menjadi neraka bagi kami, khususnya bagiku.

Hari lepas hari, aku hidup dalam suasana seperti itu, akibatnya sekolah bukan lagi prioritas bagiku. Setelah semakin besar, aku mulai berpikir untuk mencari uang. Timbul dalam benakku pada saat itu, bagaimana kalau aku bekerja untuk mendapatkan uang? Setelah aku membulatkan tekad, aku mulai mencari pekerjaan. Pekerjaan pertamaku pada saat itu, menjadi kernet mobil angkutan umum. Penghasilan yang aku dapatkan mencapai Rp 30.000 sampai Rp 80.000 perhari, suatu penghasilan yang cukup besar bagiku pada saat itu . Namun karena aku merasa mendapat uang itu begitu gampang, maka uang yang aku peroleh setiap hari habis begitu saja tanpa ada artinya, aku menjadi lupa diri. Uang penghasilan ini tidak aku gunakan untuk keperluan yang benar. Artinya aku memakai uang itu untuk kesenangan duniawi dan berfoya-foya. Saat itu aku benar-benar merasakan bahwa hidup ini begitu nikmat sekali. Mulai saat itulah, aku menjadi duplikat ayahku yang suka mabuk- mabukan, main judi bahkan main perempuan.

Untuk tetap menjadi kernet angkutan kota, aku merasa tidak puas. Di kemudian hari aku mengurus SIM untuk menjadi sopir. Setelah mendapat SIM A pekerjaanku meningkat dengan membawa mobil Koasi jurusan Pondok Gede. Bekerja sebagai sopir tidak mengubahku menjadi orang yang baik malah seebaliknya, dengan uang yang semakin besar, hidupku semakin menjadi-jadi. Semua penghasilan aku gunakan untuk bermain perempuan, main judi dan mabuk-mabukan. Tiap malam aku bergadang di Terminal Pondok Gede untuk mencari perempuan malam dan bermabuk-mabukan bersama teman-teman satu profesiku.


Keluar masuk penjara.


Aku tidak pernah berpikir hidup mendekam di dalam penjara, namun perjalanan hidupku mengantarkanku untuk bersentuhan dengan “Hotel Prodeo”. Pada tahun 1994 ketika aku sedang menjalankan tugasku untuk mencari penumpang, aku mengalami kecelakaan lalu lintas dengan menabrak 3 orang di TMII (Taman Mini Indonesia Indah). Peristiwa inilah yang akhirnya membawaku mendekam di LP Pondok Bambu Jakarta Tirnur. Kejadian ini tidak membuatku introspeksi diri untuk menjadi lebih baik. Setelah aku masuk Rutan Pondok Bambu, aku semakin haus akan uang. Aku tak segan-segan berlaku kasar kepada sesama napi untuk mendapatkan apa yang kuinginkan. Memeras uang teman - teman sepenjara, adalah pekerjaanku sehari-hari. Jika aku tidak mendapatkan apa yang aku cari, aku tidak segan-segan memukuli mereka.

Persidangan begitu lama, sampai 9 kali belum tuntas juga, membuat aku semakin frustasi dan brutal. Kelelahan fisik dan mental, berakibat kepada teman-teman di dalam penjara. Mereka menjadi pelampiasan amarahku. Sering kali setelah kembali dari persidangan aku memukuli orang-orang dalam kamarku tanpa sebab yang pasti.

Dalam sidang yang ke 10 perkaraku diputuskan, dan aku dijatuhi hukuman 3 tahun 6 bulan. Tidak berapa lama dari putusan Hakim, aku dipindahkan ke LP Pemuda Tangerang kelas II A Jawa Barat. Di LP ini kejahatanku semakin bertambah, di tempat ini bukan lagi sekedar memeras sesama napi, tetapi napi itu sendiri aku setubuhi, dengan melakukan sodomi. Aku hidup layaknya, seperti Sodom dan Gomora.

Pada tanggal 4 Nopember 1996 aku bebas dari penjara. Setelah aku bebas dari penjara aku tidak punya keinginan untuk bertobat. Penjara tidak membuat aku menjadi lebih baik. Dari LP Tangerang, aku langsung menuju terminal Pondok Gede menemui teman-teman lama. Pesta penyambutan dilakukan untuk menyambut kebebasanku. Mereka menyuguhi aku minuman sampai mabuk, main judi serta menghabiskan malam bersama pelacur. Untuk mencari uang kembali aku menyetir angkutan umum di malam hari. Hidupku rasanya semakin indah, dengan duit yang kudapat, aku bisa melakukan apa saja di luar terali besi. Setelah aku bekerja beberapa hari, aku mengalami suatu penyakit. Aku tidak pergi ke dokter untuk berobat, tetapi ke dukun sekalian minta penjaga diri (diisi dengan ilmu kekebalan tubuh) untuk mencegah hal-hal yang buruk yang akan menimpa diriku. Inilah kenikmatan duniawi yang aku rasakan, saat itu aku tidak ingat Tuhan sama sekali.

Pada tanggal 5 Agustus 1997 lagi-lagi nasib sial menimpaku, ketika aku sedang mengendarai angkutan yang aku bawa, ada penumpangku yang terjatuh dan terlindas roda mobil. Kejadiannya di daerah Cililitan Jakarta Timur. Peristiwa ini mengantarkanku untuk kedua kalinya masuk penjara. Sama seperti kejadian pertama, LP Pondok Bambu menjadi tempatku menunggu vonis. Setelah sidang hakim memutuskan 2 tahun 6 bulan penjara. Aku dikirim ke LP Pemuda Tangerang Jawa Barat. Di sini, kembali aku memukuli dan memeras uang para tahanan, dan menyodomi mereka. Akibat perbuatanku ini, aku dipindahkan ke LP yang lebih besar, ke LP Dewasa Kelas IA Tangerang Jawa Barat.


Awal Pertobatan (Mengenal Yesus).


Setelah 1 tahun aku menjadi penghuni LP Dewasa Pria Tangerang, aku mulai aktif beribadah ke Gereja untuk mendengarkan Firman Tuhan. Dari ibadah dan konseling yang rutin ku ikuti di dalam LP inilah aku mulai berubah kearah yang lebih baik, yang selama ini tidak pernah aku lakukan ketika aku berada di luar. Di Lembaga Pemasyarakatan inilah aku mulai menyadari siapa diriku. Lewat pelayanan di penjara ini pula, aku mengambil tekad untuk meninggalkan semua perbuatan lama, dan mengambil keputusan untuk menjadi murid Kristus yang sungguh-sungguh.


Panggilan Melayani.


Untuk yang kedua kali aku meninggalkan penjara menuju dunia yang bebas. Puji Tuhan, ketika keluar dari penjara yang ke dua ini, aku tidak lagi pergi ke terminal Pondok Gede tetapi aku pergi ke terminalnya Tuhan yang bernama YASINDO, yaitu suatu tempat pembentukan anak - anak brandal, khususnya mereka yang keluar dari penjara untuk dididik dan diubahkan menjadi anak Tuhan serta dipersiapkan ke ladang Tuhan, bagi mereka yang terpanggil untuk menjadi hamba Tuhan. Sesampainya, aku di asrama YASINDO (Yayasan Anugerah Sejahtera Indonesia) aku dididik dan dipersiapkan untuk menjadi manusia seutuhnya. Puji Tuhan, disanalah aku mengalami jamahan Tuhan yang luar biasa dalam hidupku. Sekalipun aku hanya 3 bulan di asrama, tapi aku merasakan betapa dahsyatnya pertolongan Tuhan dalam hidupku.

Setelah 3 bulan di YASINDO, aku dikirim mengikuti pendidikan di KBTC (Ketileng Bible Training Centre) selama 1 tahun. Puji Tuhan sekalipun menurut ukuran manusia aku tidak layak, karena pendidikanku yang tidak tamat Sekolah Dasar, dan juga waktu yang terlalu singkat berada di Yasindo untuk dibina, tetapi aku berhasil mengikuti seluruh pembinaan di KBTC Semarang. Jika Tuhan yang memanggil, maka Dialah yang akan memampukan. Itulah prinsip hidupku saat itu. Di KBTC inilah aku mempersiapkan diri untuk menjadi hamba Tuhan yang siap di utus kemanapun Tuhan kehendaki.

Setelah mengalami pengalaman bersama Tuhan, aku dapat mengatakan bahwa di dalam Tuhan jauh lebih nikmat dan pada kenikmatan duniawi yang pernah aku alami.


Terjun di ladang Tuhan.


Setelah selesai studi di KBTC Semarang, aku di utus ke Kalimantan Barat. Awalnya aku ditempatkan di Sekretariat alumni di Pontianak. Dari sana aku di utus ke Gereja Isa Almasih Pal XX Ngabang. sebagai pembantu gembala sidang, melayani pos PI dan sekolah Minggu.

Selesai praktek di GIA Pal XX, aku diutus oleh Sinode untuk meneruskan pelayanan di GIA Jemongko. Awal pelayanan GIA Jemongko ini dirintis oleh alumni KBTC Semarang yaitu Bp. Pdt. Fernando Siregar. Beliau berhasil membangun gereja walau dalam bentuk bangunan semi permanen.

Saat ini aku yang dulunya tidak pernah berpikir menjadi hamba Tuhan, Tuhan percayakan untuk meneruskan pelayanan tersebut sebagai gembala sidang. Sembilan tahun 6 bulan aku telah dipercaya Tuhan menjadi gembala di tempat ini dengan jumlah jemaat 10 KK. Tantangan dan pergumulan berupa penyembah-penyembah berhala dan perdukunan masih meraja lela di tempat ini, namun aku tidak pernah mundur dari ladang Tuhan. Inilah yang terus mendorongku untuk tetap setia melayani di desa ini.


Demikianlah riwayat pertobatan dan panggilan pelayananku, terima kasih.


Tuhan Memberkati.


08 July 2009

Kesaksian ex Yasindo - Pdt. Zulkarnain Syarief


Kesaksian dari : Pdt. Zulkarnain Syarief

Gembala Sidang Gereja Sidang Pantekosta di Indonesia

Pontianak, Kalimantan Barat


“Hidup Yang Diubahkan Tuhan”


Saya dilahirkan sebagai anak ke-3 dari 6 bersaudara dan dibesarkan dikota Jakarta. Ketika saya memasuki usia remaja, karena kesibukan orang tua dan pengaruh lingkungan, saya mulai terlibat dengan kenakalan remaja (perkelahian, pencurian, narkotika), akibatnya saya seringkali berurusan dengan polisi.

Ada 2 peristiwa yang membawa saya masuk ke dalam penjara. Yang pertama tahun 1987 saya dipenjara karena kasus UUN Pasal 23 (Narkotika/Ganja), karena ada bantuan dari orangtua saya, hukuman saya menjadi ringan, saya divonis 8 bulan di Rutan Pondok Bambu.

Sebebas dari penjara, kebiasaan menggunakan narkotika tidak hilang, bahkan semakin meningkat, dari mengkonsumsi Ganja sampai Morphine dengan suntikan.

Untuk menutupi kebutuhan narkotik yang cukup mahal, saya mulai melakukan kejahatan. Dimulai dari kejahatan kecil sampai skala yang lebih besar. Saya dengan beberapa teman terlibat dalam kasus perampokan. Beberapa kali kami lolos dari sergapan polisi, tetapi sepandai – pandainya tupai melompat akhirnya pasti jatuh juga. Akhirnya saya tertangkap polisi dan masuk penjara pada tahun 1989 di LP Klas I Cipinang. Kasus saya pada waktu itu adalah pasal 365 (Perampokan), 351 (Penganiayaan) disertai dengan pemberatan UUD (Undang – Undang Darurat) jenis senjata api/pistol.

Hari – hari di penjara sebelum vonis saya lalui dengan perasaan takut. Menjelang vonis saya menjadi frustasi, akibatnya saya menjadi brutal. Sehingga setiap pulang dari persidangan ke blok/sel, saya melampiaskan rasa kesal dan frustasi saya kepada sesama narapidana yang ada di sel, saya memukuli dan menyiksa mereka dan saya menjadi penguasa kecil di dalam sel.

Perasaan ketakutan ini terus menyiksa saya karena menurut desas – desus dari sesama tahanan, bahwa hukuman saya akan sangat berat, mungkin 10 tahun.

Sampai pada suatu malam saat saya sedang bersantai, saya memperhatikan seseorang yang bernama Roni. Roni terlibat kasus pasal 340 (Pembunuhan) dan sudah divonis 20 tahun penjara, tetapi dia begitu tenang, saya mulai menyelidiki dia, apa yang menjadi rahasia ketenangannya. Ternyata ketenangan Roni itu didapatkan dari sebuah buku warna biru muda (dulu saya tidak tahu kalau itu adalah Alkitab Perjanjian Baru dari Gideon).

Sebagai penguasa kecil dalam sel penjara, saya punya kuasa untuk mengambil apa yang dimiliki oleh sesama narapidana, termasuk buku biru yang dimiliki oleh Roni saya ambil untuk saya baca (lembaran kertas dari buku ini seringkali dipergunakan untuk melinting rokok, dari sisa – sisa tembakau).

Ketika saya membaca buku (Alkitab) itu, yang timbul dari pikiran saya adalah penyangkalan demi penyangkalan atas isi buku itu. Tetapi yang mengherankan ada suatu gerakan yang membuat hati saya ingin terus membacanya, dari Matius sampai Wahyu saya baca sampai habis. Sampai saat saya membaca ayat dalam Wahyu 3:19 “Barangsiapa Ku kasihi, ia Ku tegor dan Ku hajar, sebab itu relakanlah hatimu dan bertobatlah !”, pada saat saya membaca ayat itu ada suara yang berwibawa dengan penuh kasih berkata – kata. Pada waktu itu saya belum sadar kalau itu adalah Tuhan, sesaat saya dibawa kepada perenungan mengenai kehidupan saya selama ini, sungguh saya adalah orang yang berdosa, tiba – tiba saya jadi takut mati karena dosa saya sangat banyak, tetapi ayat – ayat yang saya baca di dalam Alkitab sangat sederhana sekali, apabila kita mau selamat cukup kita menerima Tuhan Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat maka dosa-dosa kita diampuni dan mendapat hidup yang kekal. Roma 10:9-10 “Sebab jika kamu mengaku dengan mulutmu, bahwa Yesus adalah Tuhan, dan percaya dalam hatimu, bahwa Bapa telah membangkitkan Dia dari antara orang mati, maka akan diselamatkan. Karena dengan hati orang percaya dan dibenarkan, dan dengan mulut orang mengaku dan diselamatkan”.

Sampai tiba masa tuntutan hukuman dibacakan, waktu itu Jaksa menuntut 7 tahun penjara. Saya pasrah dan menyerahkan segala sesuatunya kepada Tuhan, agar Dia yang mengatur jalan hidupku.

Saat persidangan terakhir menjelang vonis saya terus berdoa agar Tuhan menyatakan kuasanya. “Yesus kalau memang benar Engkau adalah Tuhan yang hidup dan menciptakan segala sesuatu, termasuk manusia adalah ciptaanMu, tentunya tidak sulit membuat Jaksa menuntut hukuman yang ringan serta Panitera mencatatnya dan selanjutnya Hakim mengetok palu menetapkan vonis saya, saya ingin hukuman saya 3 tahun saja. Kalau itu terjadi maka aku akan menjadi pengikutMu. Dan mujizat Tuhan terjadi, Dia menjawab tantangan saya, saya minta agar hukuman saya 3 tahun saja, luar biasanya Tuhan Yesus membuat hukuman saya 2 tahun, sebagai konsekuensinya saya harus mengikut Dia dan melayaniNya.

Hari – hari yang saya lalui di penjara setelah saya menerima Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat, penuh dengan sukacita. Seperti ada sesuatu yang baru di dalam hati dan pikiran saya (rupanya inilah yang dinamakan lahir baru). Kerinduan untuk mencari Tuhan terus timbul didalam hati saya, saya mulai rajin berdoa, membaca Alkitab dan mengikuti setiap ibadah yang diselenggarakan di LP (saya sangat bersyukur karena disini setiap hari ada ibadah). Saya berjumpa dengan Bapak Toni Taniara, Ibu Selvi Handoko dan Ibu LF. Simanjuntak. Mereka melayani saya sampai akhirnya saya benar-benar paham dengan ajaran Tuhan Yesus.

Menjelang bebas sedikit ada keraguan di dalam hati saya, harus kemanakah saya nanti? Kalau kembali kepada keadaan semula pasti penjara menanti saya kembali. Tetapi pertanyaan itu tetap timbul di dalam pikiran saya, kemanakah saya harus pergi ? Untuk beberapa saat lamanya saya ditampung di PD. Yosua yang terus memotivasi saya untuk melayani Tuhan.

Panggilan untuk melayani Tuhan semakin kuat di dalam diri saya dan untuk itu saya perlu diperlengkapi dengan sekolah Alkitab. Saya terus berdoa untuk itu, dan lewat YASINDO Tuhan menjawab doa saya, YASINDO mensponsori saya untuk sekolah Alkitab di KBTC (Ketileng Bible Training Centre) Semarang pada tahun 1991 selama 6 bulan.

Selesai dari sekolah Alkitab pada th 1992, saya di utus untuk melayani Tuhan di Kalimantan Barat. Saya melayani di pedalaman, membantu gereja – gereja yang ada disana.

Daerah pelayanan yang saya layani adalah :

1. Desa Dagog, Kec. Karangan Mempawah Hulu, Kab. Landak th 1992-1995 dibawah naungan GGPI (Gereja Gerakan Pentakosta Indonesia), merintis beberapa daerah lain:

- Desa Tempak, Kec. Menyuke, Kab. Landak.

- Desa Mangun, Kec. Sompak, Kab. Landak.

- Desa Pojok, Kec. Sompak, Kab. Landak.

2. Kembali ke Jakarta dan melayani di Pasar Rebo, Pekayon – Bekasi tahun 1995 – 1997 dibawah naungan GBI (Gereja Bethel Indonesia).

3. Tahun 1998 kembali ke Kalimantan Barat, dipercaya untuk :

- Membuka Perwakilan dari Yayasan Bahtera Hayat di Pontianak.

- Membuka PD. PELMA (Persekutuan Doa Pelajar dan Mahasiswa).

- Mengajar agama di SMUN 3 dan SMK-SMU Koperasi Pontianak th 1998 – 2001.

4. Tahun 2000 dipercaya untuk :

- Membuka perwakilan YASINDO (Yayasan Anugerah Sejahtera Indonesia) di Kalimantan Barat untuk melayani penjara-penjara yang ada.

- Menjadi Ketua Gerakan Transformasi Propinsi Kalimantan Barat.

5. Th 2004 – 2006 pelayanan Pastoral di GRDSB (Gereja Rumah Doa Segala Bangsa).

6. Th 2007 merintis GSPDI (Gereja Sidang Pantekosta Di Indonesia) di Pontianak dan menggembalakan jemaat sampai dengan hari ini.

7. Th 2009 sebagai wakil ketua PGPI (Persekutuan Gereja-Gereja Pentakosta Indonesia).

Inilah kilas balik hidup saya dan semuanya ini karena kasih dan anugerah Tuhan Yesus di dalam hidup saya, dari sampah masyarakat saya diubahkan Tuhan menjadi Terang dan Garam dunia (dari orang yang jahat menjadi seorang yang melayani Tuhan). Biarlah kiranya kesaksian saya ini menjadi berkat bagi saudara – saudara sekalian. Tuhan Yesus memberkati...!