02 September 2009

Kesaksian ex YASINDO - Ev. Masdan Barus

Kesaksian Ev. Masdan Barus.
GEREJA PANTEKOSTA PUSAT SURABAYA Efata
Anik – Kalbar.


“APA YANG TIDAK PERNAH AKU PIKIRKAN ITULAH YANG TUHAN BERIKAN KEPADAKU.


Aku berasal dari Sumatera Utara dan hidup ditengah keluarga yang sangat miskin. Walau kami adalah keluarga Kristen, tetapi makna daripada kekristenan itu tidak kami mengerti, sebab kekristenan kami hanya sebatas kegereja, itupun hanya dilakukan oleh ibu sendiri. Sementara bapak jarang sekali kegereja dan kami anak-anaknya sama sekali tidak pernah ke gereja.

Di usia dewasa aku di bekali oleh bapakku mantera-mantera, sebagai pelindung dan modal menjalani hidup ini. Sejak itu aku merasa lebih kuat dari orang lain dan tidak pernah merasa takut. Dengan modal mantera tsb, aku meninggalkan kampung halaman menuju Sumatera Utara, yakni kota Medan. Di Medan aku hidup dengan bebas, aku melakukan apa saja yang aku mau. Aku masuk diwilayah perjudian dan meminta uang kepada bandar judi. Waktu itu seorang bandar judi tidak meluluskan permintaanku, sehingga terjadi perkelahian yang mengakibatkan luka serius. Aku takut di tangkap polisi, sehingga aku melarikan diri ke Jambi dan tinggal di rumah abangku. Aku menceritakan masalahku sehingga abangku juga ketakutan. Dia membekali aku uang dan menyuruh aku meninggalkan Jambi. Kota Jakarta lah yang menjadi tujuanku selanjutnya. Aku tiba di Jakarta dengan kebingungan karena belum mengerti kota Jakarta. Peristiwa ini terjadi tahun 1990 saat aku baru berusia 17 tahun.

Masa-masa di Jakarta

Setiba di Jakarta, aku mulai berpikir untuk mencari pekerjaan supaya bisa bertahan hidup. Karena aku tidak mempunyai pendidikan, maka tidak satu pun pekerjaan aku dapatkan. Karena itu aku mulai menjelajah dari terminal ke terminal untuk mencari teman. Di terminal Grogol aku mendapat seorang teman yang berprofesi supir angkutan umum. Teman ini menawari aku menjadi kondektur angkutan umum. Dari sini pergaulanku makin luas dan mendapat teman-teman yang kehidupannya hampir sama dengan aku. Tanpa sadar aku sudah terperangkap dalam kehidupan bebas. Dunia narkoba, minuman keras, pencopetan, perampokan, pelacuran sudah menjadi bagian dalam hidupku. Itu terus berjalan selama 3 tahun.

Pada tahun 1993 terjadi pemberantasan preman di Jakarta, yang di kenal dengan istilah PETRUS (Penembak Misterius). Dari peristiwa ini banyak teman-teman mati ditembak. Untuk mengindari peristiwa ini aku berpikir harus keluar dari Jakarta, tetapi aku tidak tahu mau kemana? Tiba-tiba di terminal Grogol aku bertemu dengan teman yang dulu pernah melakukan kejahatan bersamaku, tetapi kini dia telah Sekolah Alkitab di Solo. Dia menawarkan aku untuk sekolah Alkitab di Surabaya dan aku langsung menerima dengan tujuan untuk menghindar dari kematian. Selama disekolah Alkitab ini hatiku terus memberontak, aku sering berkelahi. Setelah selesai pendidikan, semua siswa diikutkan dalam praktek pelayanan. Aku ditempatkan di daerah Dolopo Madiun. Dalam praktek ini, tugasku mengepel gereja dan mencuci piring. Satu tahun aku menjalani tugas ini, akhirnya aku mulai tidak betah, sehingga aku pulang ke Jakarta dengan alasan sakit. Jakarta tidak ada lagi pemberantasan preman, sehingga aku mulai lagi melakukan kejahatan, di sekitar Grogol sampai sepanjang jalan Daan Mogot.

Walaupun aku seorang penjahat, tetapi aku tidak punya keinginan untuk mendekam di Lembaga Pemasyarakatan. “Sepandai-pandainya tupai melompat, akhirnya jatuh juga”. Pepatah ini juga berlaku buat aku. Suatu hari seorang teman meminta bantuan untuk menyelamatkan anaknya yang di sandera. Aku langsung mengumpulkan teman-teman dengan membawa senjata tajam langsung meluncur ketempat perkara. Akibat emosi yang telah tersulut terjadilah penganiayaan dan sekaligus perampokan. Tidak lama menikmati hasil perampokan, aku di tangkap polisi dan dijatuhi hukuman 2 tahun penjara, dari tahun 1996-1998.

Selama di dalam LP, aku menjadi anak yang terhilang, tidak pernah sekalipun di besuk. Untuk menghilangkan kesedihan aku pergi kegereja. Awalnya hanya untuk menghilangkan kesedihan, tapi lambat laun ibadah tsb memberikan penerangan dalam diriku. Suatu hari aku mendengar Hamba Tuhan berkotbah dari Injil Yohanes 14:6-13, 16-18. Di tengah kotbah, tanpa aku sadari, aku mulai menangis. Aku mencoba untuk tidak menangis, tetapi air mata ini terus membasahi pipiku. Aku heran, kenapa aku menangis, karena dalam sejarah hidupku aku belum pernah menangis. Sejak saat itu aku mengambil komitmen kalau aku bebas, aku mau taat kepada Tuhan.

Tahun 1998, aku bebas dari LP Klas I Tanggerang. Dihari pembebasanku terjadi peristiwa Trisakti dan di ikuti kerusuhan di Jakarta, memancing aku untuk melakukan kejahatan kembali, akhirnya aku melanggar komitmenku. Aku terlibat kembali ke dalam kejahatan. Tetapi satu peristiwa aneh menimpaku, setelah melakukan kejahatan tiba-tiba aku jatuh sakit, aku kena penyakit lever. Uangku habis untuk berobat, tetapi tidak kunjung sembuh. Saat itu mulailah aku pasrah dan menyerah kembali kepada Tuhan.

Melalui pertemuaanku dengan Ibu Yono di terminal Grogol, beliau membawaku ke Yasindo untuk menemui Bapak Toni Taniara. Dengan rekomendasi dan biaya dari Yasindo, aku diberangkatkan ke KBTC Semarang. Satu mujizat aku alami sebelum berangkat ke Semarang. Satu minggu aku berdoa puasa, di akhir doaku, aku mendapat mujizat. Aku sembuh dari penyakit lever. Sejak saat itu aku semakin antusias untuk ke KBTC untuk dipersiapkan menjadi hamba Tuhan yang siap melayani dimanapun.

Pelayanan di Kalimantan Barat

Pada tahun 1999, setelah selesai dari KBTC aku diutus ke Kalimantan Barat, tepatnya di Desa Anik di Gereja Kalimantan Evangelis (GKE). Sesudah 1 tahun melayani, Tuhan memberikan seorang istri kepadaku. 
Setelah menikah, aku menggembalakan jemaat di bawah naungan Gereja Bethel Indonesia (GBI) dari tahun 2001-2006. Keadaan kami sangat kekurangan, kami tidak punya tempat ibadah dan harus bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup. Puji Tuhan, oleh Yayasan Patmos dan beberapa gereja, akhirnya kami dapat membangun gereja sederhana. Kami di adopsi oleh GBI dengan sponsor Rp 200.000 perbulan selama 1 tahun. Tetapi karena ada masalah, akhirnya sponsor kami dihentikan. Dengan kejadian itu saya kecewa kepada Hamba Tuhan, dan semenjak itu selama 2 tahun kami keluar dari pelayanan dan pulang kekampung untuk membuka usaha.

Tuhan memberkati usaha kami, sehingga kami dapat mencukupi kebutuhan keluarga. Namun demikian, komitmen untuk melayani Tuhan tidak pernah hilang dalam diri saya. Awal tahun 2008 sampai sekarang, kami merintis kembali pelayanan, kali ini dibawah naungan Gereja Pantekosta Pusat Surabaya.

Semoga dengan kesaksian ini Tuhan memberkati kita sebagaimana janjinya. Amin.




No comments:

Post a Comment