28 August 2009

Kesaksian ex YASINDO - Sdr. Djomin Hu

Kesaksian Sdr. Djomin Hu.


Dia Mengubah Jalan Hidupku.


“Saudara-saudara, aku sendiri tidak menganggap, bahwa aku telah menangkapnya, tetapi ini yang kulakukan: aku melupakan apa yang telah di belakangku dan mengarahkan diri kepada apa yang di hadapanku, dan berlari-lari kepada tujuan untuk memperoleh hadiah, yaitu panggilan sorgawi dari Allah dalam Kristus Yesus”. (Fil 3 : 13)


Ketika menuliskan kesaksian ini, tak terasa saya sudah memasuki tahun ke 9 dalam pelayanan.


Saya berasal dari keluarga non Kristen, saya kecanduan narkoba sejak kelas 3 SMP. Pada tahun 1997, ketika ibu saya sakit keras saya berdoa agar ibu saya disembuhkan (waktu itu saya belum mengenal Tuhan Yesus), tetapi 4 hari kemudian ibu saya meninggal dunia. Waktu itu saya begitu terpukul, saya protes sama Tuhan, bahkan saya berkata bahwa Tuhan itu tidak ada, kalaupun ada saya mau menantangnya. Sejak itu saya bangga kalau bisa melakukan perbuatan yang jahat.


Pada tanggal 23 Maret 1998, saya bersama 2 orang teman saya ditangkap di bandara Khaitak Hongkong. Saya dikirim ke Indonesia, sedang kedua teman saya ditahan di Hongkong (sampai hari ini belum bebas).


Didalam penjara saya mulai mengenal Kristus melalui pelayanan Yasindo, khususnya Bpk Toni Taniara, tapi saya belum sungguh-sungguh, karena saya masih memakai narkoba.


Pada bulan Maret 2000 saya bebas. Setelah bebas saya kembali kepada kehidupan lama. Satu malam saya dan teman-teman pergi ke diskotik, di perjalanan mobil kami dihentikan oleh razia polisi. Kami disuruh keluar dari mobil dan diperiksa, saat itu saya sangat takut karena di saku celana saya ada 1 gram shabu-shabu dan heroin. Petugas meminta saya mengeluarkan semua isi saku dan dompet. Ketika mengeluarkan isi saku yang ada narkobanya, saya sudah pasrah. Tapi entah kenapa, petugas tidak melihat narkoba ditangan saya, lalu kami diijinkan pergi. Waktu itu, teman-teman saya mengatakan bahwa ilmu saya hebat, karena bisa membuat polisi tidak melihat narkoba ditangan saya. Sesampai di diskotik, kami masuk ruangan karaoke untuk menggunakan barang haram tsb. Saat itu tiba-tiba ada suara yang berbisik di telinga saya : “Kalau engkau tidak berhenti engkau mati” suara itu terus terdengar berkali-kali. Akhirnya saya keluar meninggalkan teman- teman, saya memanggil taxi, saya bilang ke supir taxi untuk membawa saya berkeliling cari udara segar. Didalam taxi suara tsb masih terdengar, lalu saya minta sopir taxi untuk berhenti. Saya keluar dan berjalan kaki, tetapi suara itu terdengar lagi : “Kalau engkau tidak berhenti, engkau mati”, saya menjadi sangat ketakutan dan menjerit, saya berkata kalau itu benar suara Tuhan Yesus, berbicaralah sekali lagi, dan saat itu Tuhan berkata : “Aku mengasihimu.” Mendengar itu, saya menangis, saya baru sadar bahwa selama ini Tuhanlah yang telah menolong saya, sejak saya tertangkap di Hongkong tapi tidak ditahan disana tetapi dikirim ke Indonesia. Kemudian di awal persidangan, saya dituntut 14 tahun (sama seperti kedua teman saya yang di Hongkong), tetapi pada sidang berikutnya, saya diputuskan 3 tahun 9 bulan. Tetapi baru menjalani 2 tahun di LP Tangerang, saya dibebaskan dengan pembebasan bersyarat.


Sebelumnya saya pikir itu semua karena pertolongan dari teman dan keluarga saya. Akhirnya saya sadar bahwa semuanya karena campur tangan Tuhan. Waktu itu saya berjanji kepada Tuhan, kalau Tuhan bebaskan saya dari ketergantungan narkoba, saya akan menyerahkan hidup untuk melayani Tuhan. Puji Tuhan, sejak awal Agustus 2000 sampai hari ini dan selamanya, saya tidak pernah menggunakan narkoba lagi. Tuhan telah membebaskan saya dari ketergantungan narkoba, alkohol dan rokok.


Di awal pertobatan saya, saya dikirim oleh YASINDO ke STT Berita Hidup Solo. Tetapi bulan ketiga saya sudah di skors, karena berkelahi dengan sesama siswa. Selanjutnya pak Toni mengirim saya ke Ketileng Bible Training Centre (KBTC) Semarang. Ditempat itu saya mengalami kelahiran baru, saya baru tahu bahwa pertobatan bukan hanya sekedar berhenti menggunakan narkoba, tetapi juga harus mengalami penanggalan manusia lama. Di tempat itu selain belajar Alkitab saya juga belajar penundukan diri, rendah hati dan penyerahan total kepada Tuhan.


Setelah 6 bulan di KBTC, saya dikirim ke Kalimantan Barat untuk praktek. Saya diminta menanda tangani surat pernyataan di atas segel yang isinya adalah : seandainya saya mengalami kecelakaan atau mati, pihak sekolah tidak bertanggung jawab. Pada awalnya keluarga saya keberatan, tapi akhirnya mereka menyetujui karena melihat tekad saya. Saya berprinsip bahwa lebih baik saya mati di ladang pelayanan daripada mati karena narkoba.


Di Kalimantan Barat saya melayani dipedalaman di tengah hutan, yang selama ini belum ada yang mau melayani disana. Saya dengar masyarakat disana suka meracuni dan menyantet orang. Kepercayaan mereka adalah animisme, menyembah pohon, batu dan juga tengkorak manusia (hampir semua penduduk punya 1-2 pasang tengkorak untuk disembah). Di sana tidak ada listrik, tidak ada kamar mandi/WC (mandi di sungai yang ada buayanya, buang air besar di sungai atau semak-semak), tidak ada kamar tidur (saya tidur dilumbung padi), tidak ada warung, mencari makanan di hutan dan sungai. Saya juga mengalami serangan dari kuasa kegelapan dan dukun-dukun.


Pelayanan saya diawali dengan anak-anak, bermodalkan sebuah gitar untuk mengajar bernyanyi (anak-anak jarang mendengar musik apalagi gitar). Perlahan tapi pasti, mulai banyak anak-anak di dusun tersebut yang tertarik untuk bergabung, kemudian saya mulai adakan sekolah minggu. Kemudian saya dibuatkan tempat tinggal yang lebih layak, sebuah gubuk dari bambu. Saya mulai mengajar mereka bukan hanya Firman Tuhan, tapi juga membaca dan menulis. Puji Tuhan setelah 3 bulan, beberapa orang tua mereka ikut ibadah. Lambat laun sekolah minggu sudah menjadi ibadah raya, setiap hari ada saja jiwa baru yang datang. Yang datang bukan hanya penduduk biasa tapi ketua adat, dukun yang suka menantang saya, akhirnya 90% penduduk bertobat.


Tuhan bekerja secara luar biasa, setahun kemudian Tuhan memberi sebuah rumah ibadah yang cukup besar yang bisa menampung 100 orang lebih. Setelah 1 tahun 8 bulan pelayanan di dusun Sebaro, saya melanjutkan sekolah di STII Jogjakarta. Dikota ini saya merintis jemaat Gereja Bethesda, juga pos PI di Wonogiri. Di dalam pelayanan dan studi saya, segala kebutuhan saya dicukupkan oleh Yasindo sampai saya di wisuda pada bulan Juni 2005, dan mendapat gelar Sarjana Theologi.


Pada bulan Desember 2006, saya dan istri berangkat ke Banda Aceh (ibu kota propinsi Nangroe Aceh Darussalam) sesuai visi yang Tuhan berikan kepada saya. Sekalipun banyak kesulitan dan tantangan, saya tidak akan pernah mundur, karena saya memiliki pengalaman iman bersama Tuhan Yesus. Saya percaya, Tuhan yang mengirim saya ke tempat ini pasti akan menyertai dan menolong saya.


Sampai saat ini sudah lebih dari 2 tahun saya melayani di propinsi ini (Banda Aceh. Sigli, Biruen, Lhokseumawe, Pulau Sabang). Banyak hal yang telah saya lalui selama 2 tahun ini. Doa - doa dipanjatkan, tak jarang di sertai dengan air mata, banyak hal dipersiapkan dengan pemikiran penuh, konsentrasi, waktu, dan tenaga yang terkuras. Tapi senyum sukacita tetap terpancar. Terlebih setelah kami melihat buah-buah yang dihasilkan. Suka cita itu melampaui semua yang telah kami kerjakan.


Demikian kesaksian saya, semoga menjadi berkat.


Tuhan memberkati.


Kesaksian ex YASINDO - Pdt. Jontar Hutagalung

KESAKSIAN Pdt. JONTAR HUTAGALUNG

GEMBALA SIDANG GEREJA BAPTIS INDONESIA, KELUN - MADIUN.

TUHAN MENGUBAH SEGALA RENCANAKU.


Saya dilahirkan sebagai anak kepala desa di sebuah desa terpencil di Sumatera Utara, tepatnya di Alohan Bair, Tapanuli Tengah, pada tanggal 16 Juli 1989. Walaupun keluarga kami beragama Kristen, tetapi keluarga ini tidak mencerminkan kehidupan kekristenan yang sesungguhnya, sehingga kami hidup seperti kebanyakan orang lainnya.


Aku menyelesaikan SD sampai SMP di kampung halamanku. Setelah lulus SMP aku diajak keluarga tinggal di Jakarta dan disekolahkan di STM Penerbangan I Halim Perdana Kesuma. Disinilah aku mulai mengenal hidup bebas, aku terlibat pergaulan yang tidak baik, minum-minuman keras, sampai mengkomsumsi obat-obatan terlarang. Karena kehidupanku bertambah tidak karuan, akhirnya aku diusir dari keluarga, akibatnya aku putus sekolah di kelas 2 STM. Lepas dari keluarga dan putus sekolah, bukannya aku sedih, malah sebaliknya aku bertambah senang, karena merasa lebih bebas untuk memakai dan mengedarkan obat terlarang, sehingga aku lebih mudah mendapatkan uang.


Walaupun aku terlibat sebagai pemakai dan pengedar obat terlarang, sekali-kali aku masih pergi ke gereja. Saat itu aku berjemaat di GKNI Dewi Sartika, bahkan aktif dipersekutuan kaum muda, walau sebatas aktifitas luar saja. Hatiku sendiri tidak pernah takut akan Tuhan.


Dalam aktifitasku sebagai pemakai dan pengedar obat terlarang, aku berkali-kali ditangkap oleh petugas, tetapi dengan uang yang aku miliki, aku dapat bebas kembali. Suatu hari aku ditangkap lagi, saat itu aku pikir kali ini juga sama dengan peristiwa yang dulu, yakni aku bisa bebas dengan kekuatan uangku, tapi ternyata aku keliru. Aku tidak bisa bebas. Peristiwa itu membuat aku sadar, bahwa dengan uang tidak selamanya aku bisa melakukan apa saja. Akhirnya Pengadilan Jakarta Timur menjatuhkan hukuman 10 tahun penjara kepadaku. Sejak saat itu aku menjadi penghuni LP Cipinang Jakarta Timur.


Selama 10 tahun aku berpindah dari 1 LP ke LP lain. Dari LP Cipinang selama 3 tahun aku dipindahkan ke LP Nusa Kambangan, LP Cilacap, LP Semarang, LP Purwokerto, LP Pekalongan dan LP Banyumas. Di Lembaga ini beribu-ribu kesadaran mulai timbul dalam hatiku, berbeda sekali dengan kehidupanku saat aku berada di luar dengan saku yang tak pernah kosong. Di sini aku mulai rajin mengikuti kebaktian. Suatu saat aku sadar bahwa selama ini hidup yang aku jalani tidak ada yang benar, aku hidup diluar jalur Tuhan.


Suatu hari, ketika aku mengikuti kebaktian di LP Semarang hatiku tersentuh oleh Firman Tuhan dan aku menerima Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruslamatku secara pribadi. Sejak saat itu aku merasakan sukacita dan damai sejahtera luar biasa melingkupi hatiku, dan sepertinya belenggu yang selama ini mengikatku terangkat dan aku merasa bebas. Mulai saat itu aku tidak lagi berpikir tentang kehidupan dan pekerjaanku yang lalu, padahal sebelumnya aku masih merencanakan strategi hidup lama ketika nanti aku bebas, yaitu untuk terus menggeluti bisnis obat terlarang, ternyata Tuhan mengubah segala rencanaku.


Dengan pertobatan yang aku alami, aku semakin bersungguh-sungguh dalam berbakti kepada Tuhan. Aku merasakan indahnya hidup, yang selama ini tak pernah kurasakan walau aku mempunyai uang. Sampai suatu hari aku rindu untuk terlibat dalam pelayanan di LP, dan menyerahkan sepenuhnya hidupku untuk Tuhan. Kuutarakan kerinduanku ini kepada Tuhan dalam doa-doaku. Setelah melalui pergumulan yang lama, aku merasa yakin akan panggilan Tuhan dan menyerahkan hidupku sepenuhnya untuk pekerjaanNya. Aku sudah merasakan kasihNya dan Tuhan sudah begitu baik dalam hidupku. Apa yang aku lakukan kelak masih terlalu kecil dibandingkan dengan kasihNya yang begitu besar buatku.


Setelah aku bebas dari hukuman, aku melibatkan diri dalam pelayanan orang-orang stres, gelandangan, pecandu obat-obat terlarang, orang-orang nestapa di bawah naungan lembaga YCKB (Yayasan Cinta Kasih Bangsa) di Ungaran sebagai pembina rohani. Setelah sekian lama terlibat pelayanan di YCKB, aku merasa wawasan, pengetahuan dan bekalku sangat kurang. Aku rindu untuk memberikan yang terbaik bagi Tuhan, oleh karena itu dengan seijin ketua Yayasan aku kuliah di ATII Madiun. Aku terus berdoa dan berjuang, untuk tetap setia dan taat selama menempuh pendidikan di ATII Madiun. Dan di ATII Madiun inilah aku dipertemukan Tuhan dengan teman hidupku yang juga sama-sama melayani, kemudian kami di satukan dalam pernikahan kudus.


Setelah kami menikah dan diberkati oleh organisasi gereja istri, kami melayani di gereja tersebut dan dipercaya untuk menggembalakan jemaat di desa Kelun, kecamatan Kartohajo, Madiun. Sungguh suatu tantangan yang sulit untuk kami jalani, karena pada waktu kami masuk dalam pelayanan di gereja ini yang datang hanya 6 orang, gedung gereja sudah ada walaupun belum sempurna pembangunannya. Keadaan ekonomi jemaat buruh dan tani, dengan keadaan jemaat seperti itu, kami mempertahankan hidup dari jemaat yang kami layani. Tetapi puji Tuhan, oleh kemurahan Tuhan kami mendapatkan bantuan dana dari YASINDO Jakarta lewat bapak Toni Taniara selama kurang lebih 3 tahun. Kegiatan jemaat mulai saya hidupkan kembali, walaupun awalnya kurang ada sambutan, tetapi sekarang sudah ada perkembangan dalam kesetiaan jemaat mengikuti kegiatan.


Sekarang ini sudah ada 13 keluarga yang ikut ibadah, walaupun diantara keluarga-keluarga itu ada yang tidak seluruhnya percaya kepada Tuhan. Kerinduan kami jemaat Tuhan yang Tuhan percayakaan kepada kami sekarang, mengalami pertumbuhan baik secara kwalitas maupun kwantitas. Kami akan terus berjuang di ladang Tuhan yang Tuhan percayakan kepada kami, seperti janji yang pernah aku naikkan kepada Tuhan sewaktu masih di dalam LP. Walau secara manusia kadang berat dan sangat sulit namun aku terus belajar untuk tidak lari dari pelayanan dan berputus asa. Melalui doa bersama istri dan anak-anak yang setiap malam kami panjatkan, memberi pengharapan bagi kami, bahwa Tuhan tidak pernah lepas tangan terhadap anak-anakNya. Oleh karena itu kami membutuhkan kawan-kawan sekerja yang menjadi tangan-tangan terulur buat kami. Kami sadar, kami tidak dapat berbuat apa-apa tanpa pertolongan Tuhan dan anak-anak Tuhan yang mendukung kami dalam pekerjaanNya.


Demikian kesaksian saya, kiranya menjadi berkat bagi Saudara.


Tuhan memberkati.



Kesaksian ex YASINDO - Pdt. Yoel Malau S.Th, M.Miss

Pdt. Yoel M. Malau S. Th, M.Miss

Gembala Sidang GEREJA JEMAAT KRISTUS INDONESIA Mojosari, Jatim.


KISAH PANGGILANKU MENJADI HAMBA TUHAN.


Sebelum saya bertobat, saya hidup dalam keputus asaan, hidup tanpa pengharapan dan merasa hidup tidak ada artinya. Hal ini yang menyebabkan saya terjerumus dalam berbagai kejahatan.


Dalam pelarian dari rumah oom saya di Cijantung, Jakarta Timur, karena mencari sejumlah uang, saya berjumpa dengan kawan-kawan yang juga hidup tanpa pengharapan. Dan kami tinggal dirumah susun Cipinang, Jakarta.


Tuhan begitu baik. Diawali niat yang tidak baik, oleh karena ajakan teman, yaitu Pdt. Laudin Manik S.Th, anak binaan Yasindo, penyiar Radio LTWR Batu, Malang (waktu itu beliau belum bertobat), mengajak saya ke Persekutuan Doa untuk mencuri uang kolekte dari kantong persembahan, karena menurut teman saya, persekutuan tersebut adalah persekutuan orang-orang kaya. Dan saya disarankan pura-pura memasukkan persembahan dan kemudian menggenggam beberapa lembar uang persembahan lalu menarik tangan saya dari kantong persembahan, demikian Laudin Manik menyarankan.


Tetapi puji Tuhan. Niat untuk mencuri persembahan tidak terlaksana. Malah ditempat itulah Tuhan menjamah dan melawat saya. Saya merasakan perjumpaan secara pribadi dengan Tuhan. Dan saat itu ada kerinduan untuk bersekutu dengan Tuhan. Kini hidupku telah berubah dan tidak lama kemudian, saya menyerahkan diri untuk dibaptis.


Awal panggilan untuk menjadi hambaNya terjadi di Persekutuan Injaya, segitiga Senen, lewat nubuatan Rev John Hartman yang pada waktu itu beliau menyampaikan Firman, saat itulah saya merasakan panggilan Tuhan dalam diri saya.


Melalui ibu Yono, saya bersama Laudin Manik dan Andreas Sirait diantar ke Sekolah Alkitab di Semarang. Pada waktu kami sampai ditempat tujuan, betapa kecewanya kami, karena ternyata kami tidak diantar ke sekolah Alkitab, tetapi ketempat penampungan eks narapidana yaitu Yayasan Cinta Kasih Bangsa di Ungaran pimpinan Bpk Arif Wibisono alm.


Awalnya kami memberontak, tetapi Tuhan meyakinkan kami, sekalipun kami bukan eks napi, tetapi perbuatan kami seperti eks napi, oleh sebab itu, sebelum masuk sekolah Alkitab kami harus dibentuk terlebih dahulu di YCKB. Puji Tuhan, setelah 4 bulan kami dinyatakan lulus dan akhirnya kami meneruskan pendidikan di STT Tawangmangu.


Pergumulan ternyata belum selesai. Di STT Tawangmangu setiap hari Sabtu (mestinya mahasiswa libur) saya harus kerja bakti karena tidak bisa bayar uang sekolah. Awalnya saya putus asa dan merencanakan pulang ke Jakarta karena tidak ada sponsor.


Puji Tuhan pertolonganNya tidak pernah terlambat. Ditengah-tengah keputus asaan saya, saya dipanggil bagian keuangan STT Tawangmangu. Hati saya kembali berdebar-debar, pasti saya dipanggil karena belum bayar SPP dan akan ditanya siapa yang mensponsori saya. Ternyata ketakutan saya berubah menjadi sukacita, sebab saya disodorkan wesel berisi uang Rp 210.000, dan yang membuat saya kaget, sipengirim yang bernama Bapak Toni Taniara belum saya kenal. Dan setiap bulan, beliau mengirim uang kepada saya.


Pada bulan Desember, masa libur mahasiswa, saya ke Jakarta untuk menemui Bapak Toni Taniara (sekarang telah almarhum), pada waktu itu beliau berkantor di Kav Polri, Jelambar, Jakarta Barat. Itulah awal pertemuan saya dengan Bpk Toni Taniara alm yang juga banyak memotivasi hidup saya, bagaimana menjadi hamba Tuhan yang benar. Dan sekarang saya sedang merintis pelayanan di Sidoarjo dan Mojosari, Jawa Timur.


Setelah sekian lama saya menjadi pengerja, dalam pimpinan Tuhan saya merasa sudah waktunya untuk merintis pelayanan dan menggembalakan jemaat. Sayapun bergabung dengan Gereja Jemaat Kristus Indonesia (GJKI)

GJKI tidak mencampuri dan membiayai kebutuhan gereja lokal, sehingga kondisi ini sangat berat bagi perintisan jemaat seperti kami. Puji Tuhan janji Tuhan selalu tepat.


Pada tanggal 2 Juli 2006, saya bersama istri ditahbiskan oleh hambaNya Pdt. Tan Chuan S.Th. MA, gembala GJKI “Pelangi Kasih” Watu Kencana, Bandung dan diutus membuka pelayanan perintisan jemaat di Jawa Timur. Kemudian kami segera memulai kebaktian perdana di Gempol Gunting, di rumah Bapak Sunadi, mertua saya yang dihadiri 11 orang. Saya, istri dan anak saya, bapak dan ibu mertua saya serta beberapa jemaat simpatisan.

23 September 2006, kami mengadakan kebaktian disalah satu rumah jemaat kami di Mojosari. Kebaktian tersebut dihadiri 10 jemaat. Oleh kemurahan Tuhan dalam 3 bulan jemaat bertambah menjadi 25 orang.


Januari 2007, seorang jemaat kami meminta untuk melayani di Bacangsari 40 km dari Mojosari. Awalnya kami merasa berat untuk melayani permintaan ini, sehubungan dengan GJKI “Apostolik Center”, Mojosari baru berdiri sementara kebutuhan dana bagi jemaat lokal belum terpenuhi apalagi untuk membuka pelayanan baru di Pos PI Bacangsari.


Pada waktu kami melakukan survey di tempat tersebut, hai saya dipenuhi dengan belas kasihan Allah. Masyarakat Bacangsari terdiri dari orang-orang miskin. Melihat kondisi yang seperti ini, saya langsung mengatakan “kami siap melayani”, tanpa mempertimbangkan lagi keadaan keuangan kami yang terbatas. Letih dan lelah itulah yang kami alami, menempuh 80 km pulang-pergi Mojosari – Bacangsari. Tapi melihat jiwa-jiwa terhilang yang datang kepada Yesus Kristus, hati kami berkobar-kobar. Keletihan berubah menjadi semangat baru dan ucapan syukur kepada Allah.


Dalam waktu 2 bulan, jemaat yang dimulai dengan 1 keluarga, berkembang menjadi 20 dewasa dan 15 anak-anak. Dengan bertambahnya jemaat ini, kami berencana mendirikan tempat ibadah. Rencana ini gagal, karena pihak-pihak tertentu menghentikan kegiatan ibadah di Bacangsari ini.


Tuhan tahu menghibur hambaNya. Pada tanggal 6 Mei 2007, GKJI “Apostolik Center” Mojosari mendapat izin untuk menggunakan gedung Gereja Oikumene Batalyon 503, Mojosari. Semua ini semata-mata karena kemurahan dan anugerah Tuhan. Dibalik airmata ada penghiburan Tuhan bagi hamba-hambaNya yang setia melayani.


Pergumulan kami saat ini adalah pendidikan anak-anak jemaat. Ekonomi jemaat sangat minim. Ada orang tua yang terpaksa menyekolahkan anak-anak mereka ke sekolah yang bermutu seadanya tanpa pendidikan agama Kristen, asal biayanya murah. Kerinduan kami agar anak-anak jemaat kami minimal dapat dididik sampai jenjang SMU, sehingga anak-anak Tuhan dapat mengikuti perkembangan zaman yang makin maju dan modern.

Karena tempat ibadah kami di Batalyon 503, Mojosari culup jauh dari rumah-rumah jemaat, banyak yang kesulitan untuk datang beribadah. Beberapa orang malah tidak dapat datang karena tidak punya ongkos transportasi. Kami berdoa agar ada mobil yang dapat mengantar-jemput jemaat, sehingga mereka dapat beribadah.


Doa kami, kesaksian ini dapat menjadi berkat bagi Saudara-saudara yang mengasihi Tuhan.


Tuhan memberkati.


Kesaksian ex YASINDO - Pdt. Paulus Jumari

Pdt. Paulus Djumari

Yasindo Cabang Madiun


“Yang Dulu Biarlah Berlalu Karena Yang Baru Sudah Datang”


Aku dilahirkan sebagai anak bungsu dari 5 bersaudara di sebuah kota kecil di daerah Jawa Timur. Orang menyebut kota itu adalah kota Reog, kota yang identik tempat tinggalnya para Warog. Sebagai anak paling bungsu dalam keluargaku, aku tidak pernah kekurangan. Kasih sayang dan materi selalu tercukupi. Namun, apa yang kudapatkan dari keluarga, tidak pernah membuatku merasa puas. Tepat di usia 21 tahun, aku melarikan diri dari rumah orang tuaku, dengan tujuan untuk mencari kebebasan yang lebih lagi. Kota Magelang yang terletak di Jawa tengah menjadi tujuanku.


Di kota Magelang ini, aku mendapatkan sebuah lingkungan yang baru. Lingkungan yang berisi anak-anak berandalan yang tidak mempunyai belas kasihan dalam kehidupannya. Kehadiranku diterima dengan baik oleh teman-teman baruku, aku menjadi bagian yang tak terpisahkan dari mereka.


Dari teman-teman “gangku”, aku mengenal dan akhirnya terperangkap dalam dunia kejahatan. Satu tahun aku bergabung dengan mereka, kejahatan demi kejahatan terus kami lakukan. Mencuri, merampok, dan membunuh adalah kegiatan kami. Kami melakukannya tanpa memiliki rasa belas kasihan. Setelah berulang kali kami lakukan, akhirnya tertangkaplah aku dan teman-teman oleh pihak berwajib, maka berakhirlah petualanganku di dunia kejahatan. Dengan tiga dakwaan berlapis, aku di vonis hukuman 14 tahun penjara. Aku harus mendekam di balik terali besi jauh dari keluarga. Di situlah aku baru merasakan penyesalan yang sangat dalam tetapi nasi telah menjadi bubur. Setiap hari yang bisa aku lakukan adalah meratapi nasibku.


Meski kedua orang tuaku tidak mengetahui semua yang aku lakukan di kota ini, namun pada kenyataannya ada sepasang mata yang selalu mengawasi apa yang ku perbuat. Dia pulalah yang mengijinkan aku dibawa ke balik terali besi ini.


Suatu ketika di buanglah aku ke LAPAS Nusakambangan, dan ditempat itulah akhirnya Tuhan mengulurkan tanganNya melewati secarik kertas yang lusuh dan robek di lantai sebelah kamarku. Ada dorongan kuat di dalam hatiku untuk mengambil kertas tersebut. Di kertas tersebut terdapat sebuah tulisan yang berbunyi “Serahkanlah penderitaanmu kepadaNya.” Dan di dalam hati aku berpikir siapakah yang dimaksud dengan kata “Nya” ini? Dalam selku, siang malam kurenungi dalam-dalam setiap kata yang tertulis dalam secarik kertas lusuh itu. Akhirnya ada suatu niat yang muncul dalam hatiku untuk mencari jawaban dengan cara mengikuti kebaktian digereja yang selama ini tidak pernah aku ikuti.


Firman Tuhan yang aku dengar setiap ibadah sepertinya tidak mau hilang dari ingatanku. Sebuah kata yang terdapat dalam Firman Tuhan “yang dulu biarlah berlalu karena yang baru sudah datang,’ sangat berkesan bagiku serta memberikan kelegaan bagiku. Akhirnya aku mulai sadar bahwa apa yang telah aku lakukan itu dosa. Saat itu aku semakin percaya, ada rencana Tuhan yang baru dan indah dalam diriku sehingga membuat diriku semakin bertumbuh di dalam Kristus.


Pada tahun 1980 aku di bebaskan dari Lembaga Pemasyarakatan. Saat itu hatiku berbunga-bunga karena ingin segera menemui seorang hamba Tuhan di kota Ungaran yang pernah melayaniku sewaktu di dalam penjara. Setelah kedatanganku di kota Ungaran, aku bergabung dengan Yayasan Tim Pelayanan Kasih. Yayasan ini bergerak dalam pelayanan penjara serta masyarakat yang tertolak. Di situ aku belajar tentang kekristenan dan pelayanan, iman ku pun semakin bertumbuh.


Tahun 1989 aku mulai dilepas untuk bisa mandiri melayani Tuhan di kota Madiun. Di kota yang dekat dengan kota kelahiranku. Dan tepat satu tahun kemudian aku dihadapkan pada sebuah pelayanan yang sama sekali belum pernah aku alami dan aku pikirkan. Aku bertemu dengan seorang mantan narapidana yang berasal dari kota Banyuwangi. Orang tersebut setelah bebas dari Lembaga Pemasyarkatan, tidak diterima oleh keluarganya, karena menderita TBC Kronis.


Disaat itu aku berdoa memohon pimpinan Tuhan untuk apa yang aku hadapi. Tiba-tiba muncullah suatu keberanian di dalam hatiku untuk membawa orang tersebut ke rumah sakit. Pada saat itu aku tidak tahu bagaimana nantinya membayar biaya rumah sakit, karena pada saat itu aku sendiripun tidak memiliki banyak uang. Tapi aku berprinsip, aku harus melakukan perintah Tuhan yang diberikan padaku. Sampai akhirnya melalui pelayanan ku setiap hari selama di Rumah Sakit, orang tersebut menerima Tuhan Yesus sebagai Juruselamat di hari-hari terakhirnya.


Setelah beberapa hari ia mengenal Tuhan, berpulanglah ia dengan tenang di tanganku. Saat itu aku berpikir apa yang harus aku lakukan lagi Tuhan? Pada saat aku ingin membawa jenasah untuk pulang dari rumah sakit, tiba-tiba kepala dokter di RSUD mencari aku. Sungguh ajaib melalui dokter itu kuasa Tuhan terjadi, pertolongannya tepat pada waktunya, karena semua biaya rumah sakit telah dibebaskan, bahkan aku mendapatkan sebuah peti mati untuk membawa jenasah tersebut. Semua itu atas pertolongan Tuhan melalui hambanya kepala dokter di RSUD Soedono Madiun.


Pada Tahun 2000, melalui kasih Tuhan Yesus Kristus, aku dipertemukan lagi dengan seorang hamba Tuhan, Alm Bapak Amtoni Taniara, ketua Yasindo Jakarta. Melalui pertemuan ini akhirnya aku bergabung dengan Yasindo, karena aku berpikir bahwa tujuan pelayanan kami sama yaitu ingin nama Tuhan dipermuliakan melalui pelayanan penjara dan mantan narapidana.


Melalui Yasindo aku mendapatkan berkat sarana pelayanan sebuah sepeda motor dari gereja GBI Sangkakala. Dan sampai sekarang aku tetap melayani Tuhan dengan penuh semangat mesti rintangan serta cobaan hidup semakin berat. Inilah kesaksian hidupku. Bantu di dalam doa untuk pelayanan penjara di kota Madiun, lewat sarana dan prasarana. Serta juga bantu doa untuk anak binaan kami yang akan masuk sekolah Alkitab bulan Agustus nanti. Semoga pelayanan Yasindo di kota Madiun makin berkembang.


KESAKSIAN ex Yasindo - NELSON SITOMPUL S.P.A.K.

NELSON SITOMPUL S.P.A.K.

GEREJA OIKUMENE Meliau, Kalbar.


“HIDUP DALAM TUHAN YESUS MENJADI BERARTI.”


Aku berasal dari keluarga bahagia dengan delapan bersaudara, 4 laki-laki dan 4 perempuan, dan kami semua bersekolah. Awal kehancuran keluarga kami terjadi pada tahun 1988, di awali dengan sakitnya mama. Segala usaha telah dilakukan keluarga dengan membawa berobat kerumah sakit di Medan, Jakarta sampai ke Singapura, namun kesehatan mama tak kunjung sembuh, sampai akhirnya mama meninggalkan kami semua di akhir tahun 1989.


Sepeninggalnya mama kami, keluarga yang tadinya hidup harmonis berubah menjadi berantakan. Kakak- kakakku semua meninggalkan rumah, dan tinggallah aku beserta adikku yang tetap menjadi penghuni rumah kami. Tidak berapa lama setelah kejadian itu, aku beserta adikkupun meninggalkan kampung halaman, karena saudara dari pihak ibu membawa kami ke Jakarta. Di Jakarta kami disekolahkan hingga tamat Sekolah Menengah Pertama.


Kebebasan yang aku alami pada saat aku masih berada bersama orang tuaku, tidak lagi kudapatkan di rumah saudaraku. Saat itu aku memberontak, sampai pada akhirnya aku meninggalkan rumah saudara secara diam-diam dan hidup di jalanan untuk mempertahankan kelangsungan hidupku, akibatnya selama satu tahun aku menjadi gelandangan.


Di jalanan ini pula aku berkenalan dengan seorang hamba Tuhan, aku diambilnya dan di suruh untuk tinggal bersamanya. Aku bersyukur aku disekolahkan kembali oleh hamba Tuhan ini, sehingga aku tamat SMK. Selama tiga tahun aku tinggal di rumah hamba Tuhan ini, di sinilah aku dididik dan didisiplin. Hamba Tuhan ini adalah seorang gembala sidang di Gereja Kristen Oikumene Indonesia (GKOI) Pondok Aren yang bernama Pdt. Haposan Hutapea. Setelah tamat SMK, aku dianjurkan pak Hutapea ini, untuk melanjutkan kuliah di sekolah Teologia, tapi pada saat itu aku menolak tawaran tersebut.


Selanjutnya pak Hutapea ini memasukkan aku ke Yasindo untuk bekerja di workshop Yasindo. Satu tahun aku berada di asrama Yasindo, semua kegiatan aku ikuti, aku dididik dan diarahkan untuk menatap masa depan yang lebih baik, dan juga di sini aku dituntun untuk mengenal Tuhan Yesus secara pribadi. Setelah melihat anak-anak binaan Yasindo di sekolahkan di sekolah Alkitab maupun Sekolah Tinggi Theologia, timbul di dalam pikiranku untuk kuliah juga di sekolah Theologia. Aku sampaikan keinginanku ini kepada Pak Toni (Alm), dan beliau meresponi dengan positif. Kemudian pak Toni mengirimkan aku ke STT Tiranus Bandung, sampai akhirnya aku mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan Agama Kristen (SPAK). Seluruh biaya perkuliahanku ditanggung oleh Yasindo. Aku bersyukur, aku boleh di sekolahkan oleh Yasindo, padahal aku bukanlah seorang narapidana, sementara Yasindo hanya diperuntukkan untuk mantan narapidana, semua ini berkat kasih Tuhan Yesus Kristus kepadaku.


Setelah menyelesaikan pendidikanku di Tiranus Bandung, aku berangkat ke Kalimantan Barat untuk melayani jemaat Tuhan di sana. Selama 3 bulan aku membantu perintisan di Pos PI Gereja Isa Almasih Serakim. Tak lama kemudian aku bertemu dengan gembala sidang Gereja Oikumene Meliau, kab Sanggau dan melayani disana sampai sekarang sudah 14 bulan. Di sini aku melayani khusus di bidang sekolah minggu dan membantu gembala sidang di dalam pelayanan orang dewasa. Dalam menggarap pelayanan sekolah minggu yang terdiri dari anak-anak Katolik dan Kristen Protestan aku di bantu seorang mahasiswa Theologi.


Puji Tuhan, sekarang ada kabar gembira dari Kalimantan, anak Yasindo bertambah satu lagi, yaitu Desmond Dame Sitompul dengan sehat. Semoga dengan adanya Desmond pelayanan kami semakin bersemangat. Tuhan Memberkati.