28 August 2009

Kesaksian ex YASINDO - Sdr. Djomin Hu

Kesaksian Sdr. Djomin Hu.


Dia Mengubah Jalan Hidupku.


“Saudara-saudara, aku sendiri tidak menganggap, bahwa aku telah menangkapnya, tetapi ini yang kulakukan: aku melupakan apa yang telah di belakangku dan mengarahkan diri kepada apa yang di hadapanku, dan berlari-lari kepada tujuan untuk memperoleh hadiah, yaitu panggilan sorgawi dari Allah dalam Kristus Yesus”. (Fil 3 : 13)


Ketika menuliskan kesaksian ini, tak terasa saya sudah memasuki tahun ke 9 dalam pelayanan.


Saya berasal dari keluarga non Kristen, saya kecanduan narkoba sejak kelas 3 SMP. Pada tahun 1997, ketika ibu saya sakit keras saya berdoa agar ibu saya disembuhkan (waktu itu saya belum mengenal Tuhan Yesus), tetapi 4 hari kemudian ibu saya meninggal dunia. Waktu itu saya begitu terpukul, saya protes sama Tuhan, bahkan saya berkata bahwa Tuhan itu tidak ada, kalaupun ada saya mau menantangnya. Sejak itu saya bangga kalau bisa melakukan perbuatan yang jahat.


Pada tanggal 23 Maret 1998, saya bersama 2 orang teman saya ditangkap di bandara Khaitak Hongkong. Saya dikirim ke Indonesia, sedang kedua teman saya ditahan di Hongkong (sampai hari ini belum bebas).


Didalam penjara saya mulai mengenal Kristus melalui pelayanan Yasindo, khususnya Bpk Toni Taniara, tapi saya belum sungguh-sungguh, karena saya masih memakai narkoba.


Pada bulan Maret 2000 saya bebas. Setelah bebas saya kembali kepada kehidupan lama. Satu malam saya dan teman-teman pergi ke diskotik, di perjalanan mobil kami dihentikan oleh razia polisi. Kami disuruh keluar dari mobil dan diperiksa, saat itu saya sangat takut karena di saku celana saya ada 1 gram shabu-shabu dan heroin. Petugas meminta saya mengeluarkan semua isi saku dan dompet. Ketika mengeluarkan isi saku yang ada narkobanya, saya sudah pasrah. Tapi entah kenapa, petugas tidak melihat narkoba ditangan saya, lalu kami diijinkan pergi. Waktu itu, teman-teman saya mengatakan bahwa ilmu saya hebat, karena bisa membuat polisi tidak melihat narkoba ditangan saya. Sesampai di diskotik, kami masuk ruangan karaoke untuk menggunakan barang haram tsb. Saat itu tiba-tiba ada suara yang berbisik di telinga saya : “Kalau engkau tidak berhenti engkau mati” suara itu terus terdengar berkali-kali. Akhirnya saya keluar meninggalkan teman- teman, saya memanggil taxi, saya bilang ke supir taxi untuk membawa saya berkeliling cari udara segar. Didalam taxi suara tsb masih terdengar, lalu saya minta sopir taxi untuk berhenti. Saya keluar dan berjalan kaki, tetapi suara itu terdengar lagi : “Kalau engkau tidak berhenti, engkau mati”, saya menjadi sangat ketakutan dan menjerit, saya berkata kalau itu benar suara Tuhan Yesus, berbicaralah sekali lagi, dan saat itu Tuhan berkata : “Aku mengasihimu.” Mendengar itu, saya menangis, saya baru sadar bahwa selama ini Tuhanlah yang telah menolong saya, sejak saya tertangkap di Hongkong tapi tidak ditahan disana tetapi dikirim ke Indonesia. Kemudian di awal persidangan, saya dituntut 14 tahun (sama seperti kedua teman saya yang di Hongkong), tetapi pada sidang berikutnya, saya diputuskan 3 tahun 9 bulan. Tetapi baru menjalani 2 tahun di LP Tangerang, saya dibebaskan dengan pembebasan bersyarat.


Sebelumnya saya pikir itu semua karena pertolongan dari teman dan keluarga saya. Akhirnya saya sadar bahwa semuanya karena campur tangan Tuhan. Waktu itu saya berjanji kepada Tuhan, kalau Tuhan bebaskan saya dari ketergantungan narkoba, saya akan menyerahkan hidup untuk melayani Tuhan. Puji Tuhan, sejak awal Agustus 2000 sampai hari ini dan selamanya, saya tidak pernah menggunakan narkoba lagi. Tuhan telah membebaskan saya dari ketergantungan narkoba, alkohol dan rokok.


Di awal pertobatan saya, saya dikirim oleh YASINDO ke STT Berita Hidup Solo. Tetapi bulan ketiga saya sudah di skors, karena berkelahi dengan sesama siswa. Selanjutnya pak Toni mengirim saya ke Ketileng Bible Training Centre (KBTC) Semarang. Ditempat itu saya mengalami kelahiran baru, saya baru tahu bahwa pertobatan bukan hanya sekedar berhenti menggunakan narkoba, tetapi juga harus mengalami penanggalan manusia lama. Di tempat itu selain belajar Alkitab saya juga belajar penundukan diri, rendah hati dan penyerahan total kepada Tuhan.


Setelah 6 bulan di KBTC, saya dikirim ke Kalimantan Barat untuk praktek. Saya diminta menanda tangani surat pernyataan di atas segel yang isinya adalah : seandainya saya mengalami kecelakaan atau mati, pihak sekolah tidak bertanggung jawab. Pada awalnya keluarga saya keberatan, tapi akhirnya mereka menyetujui karena melihat tekad saya. Saya berprinsip bahwa lebih baik saya mati di ladang pelayanan daripada mati karena narkoba.


Di Kalimantan Barat saya melayani dipedalaman di tengah hutan, yang selama ini belum ada yang mau melayani disana. Saya dengar masyarakat disana suka meracuni dan menyantet orang. Kepercayaan mereka adalah animisme, menyembah pohon, batu dan juga tengkorak manusia (hampir semua penduduk punya 1-2 pasang tengkorak untuk disembah). Di sana tidak ada listrik, tidak ada kamar mandi/WC (mandi di sungai yang ada buayanya, buang air besar di sungai atau semak-semak), tidak ada kamar tidur (saya tidur dilumbung padi), tidak ada warung, mencari makanan di hutan dan sungai. Saya juga mengalami serangan dari kuasa kegelapan dan dukun-dukun.


Pelayanan saya diawali dengan anak-anak, bermodalkan sebuah gitar untuk mengajar bernyanyi (anak-anak jarang mendengar musik apalagi gitar). Perlahan tapi pasti, mulai banyak anak-anak di dusun tersebut yang tertarik untuk bergabung, kemudian saya mulai adakan sekolah minggu. Kemudian saya dibuatkan tempat tinggal yang lebih layak, sebuah gubuk dari bambu. Saya mulai mengajar mereka bukan hanya Firman Tuhan, tapi juga membaca dan menulis. Puji Tuhan setelah 3 bulan, beberapa orang tua mereka ikut ibadah. Lambat laun sekolah minggu sudah menjadi ibadah raya, setiap hari ada saja jiwa baru yang datang. Yang datang bukan hanya penduduk biasa tapi ketua adat, dukun yang suka menantang saya, akhirnya 90% penduduk bertobat.


Tuhan bekerja secara luar biasa, setahun kemudian Tuhan memberi sebuah rumah ibadah yang cukup besar yang bisa menampung 100 orang lebih. Setelah 1 tahun 8 bulan pelayanan di dusun Sebaro, saya melanjutkan sekolah di STII Jogjakarta. Dikota ini saya merintis jemaat Gereja Bethesda, juga pos PI di Wonogiri. Di dalam pelayanan dan studi saya, segala kebutuhan saya dicukupkan oleh Yasindo sampai saya di wisuda pada bulan Juni 2005, dan mendapat gelar Sarjana Theologi.


Pada bulan Desember 2006, saya dan istri berangkat ke Banda Aceh (ibu kota propinsi Nangroe Aceh Darussalam) sesuai visi yang Tuhan berikan kepada saya. Sekalipun banyak kesulitan dan tantangan, saya tidak akan pernah mundur, karena saya memiliki pengalaman iman bersama Tuhan Yesus. Saya percaya, Tuhan yang mengirim saya ke tempat ini pasti akan menyertai dan menolong saya.


Sampai saat ini sudah lebih dari 2 tahun saya melayani di propinsi ini (Banda Aceh. Sigli, Biruen, Lhokseumawe, Pulau Sabang). Banyak hal yang telah saya lalui selama 2 tahun ini. Doa - doa dipanjatkan, tak jarang di sertai dengan air mata, banyak hal dipersiapkan dengan pemikiran penuh, konsentrasi, waktu, dan tenaga yang terkuras. Tapi senyum sukacita tetap terpancar. Terlebih setelah kami melihat buah-buah yang dihasilkan. Suka cita itu melampaui semua yang telah kami kerjakan.


Demikian kesaksian saya, semoga menjadi berkat.


Tuhan memberkati.


No comments:

Post a Comment